Neo Nasionalisme sangat
banyak dan beragam, namun kali ini, kita hanya akan membahas tiga bentuk
dari neo nasionalisme tersebut, yaitu Liga Arab, Nasionalisme Mesir
dan Fir'aunisasi, serta Nasionalisme Indonesia :
( 1 ) Liga Arab
Pada hakikatnya Liga Arab ini adalah
perpanjangan tangan dari “ Nasionalisme Arab”yang pernah ikut andil di
dalam meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah. Sehingga sejarah berdirinya Liga
ini, tidak bisa dilepaskan dari campur tangan musuh-musuh Islam,
khususnya Barat.
Barat ternyata mempunyai kepentingan di
dalam Liga ini, mereka mengharapkan agar liga Arab ini, mampu menopang
penyebaran faham Nasionalisme di wilayah Timur Tengah. Ketika itu,
tepatnya pada tahun 1945 Antonie Adien, Menlu Brithania terbang menuju
Kairo untuk mengumpulkan para pemimpin Arab dan meletakkan batu pertama
proyek Liga Arab, yang ditanda-tangani pada tanggal 22-3-1945 dan
beranggotakan Mesir, Sudi Arabia, Lebanon, Syiria, Iraq, Yordan, dan
Yaman.
Walaupun di dalam pertemuan itu
disebutkan bahwa tujuan utamanya adalah membahas berbagai permasalahan
yang menyangkut bangsa Arab dan mengadakan usaha-usaha nyata untuk
kemajuan bangsa Arab. Namun di dalam prakteknya justru proyek tersebut
banyak merugikan bangsa Arab, karena mereka secara mental harus terdepak
dari dunia Islam, karena tidak bisa menyelesaikan permasalahan-
permasalahan umat Islam itu sendiri.[1]
Bahkan Azumardi Azra menyatakan bahwa
Nasionalisme Arab tidaklah lebih dari ideologi semu dan tidak pernah
terwujud secara kongkrit dan stabil. Ideologi Arabisme Sekuler dalam
awal perkembangannnya tidak efektif di dalam menyelesaikan
masalah-masalah dunia Arab. Ia tidak bisa menghapus kenyataan bahwa
kawasan ini beragam dalam banyak hal dan setiap wilayah mempunyai
sejarah sendiri.
[1] Muhammad Qutb, Madzahib al-Fikriyahal- Mu’ashiroh, hal. 15
Sathih Hushori (1880-1968),
adalah orang asing yang dibesarkan Zionisme dan sangat benci terhadap
Islam. Dia mempunyai peran besar di dalam menyebarkan faham
Nasionalisme di tengah-tengah bangsa Arab.
Tokoh besar gerakan Nasionalisme Arab
ini, adalah salah satu murid didikan Partai Persatuan Turkey yang mampu
memindahkan pemikiran Nasionalisme Thouroniyah Turki ke pelataran dunia
Arab. Dialah orang pertama kali yang mempunyai gagasan untuk menjadikan “
Etnis, Kebangsaan dan Keturunan”, sebagai alternatif pengganti ajaran
Islam[1].
Tulisannya sekarang banyak mewarnai
majalah Sekuler “ Arobi” terbitan Kuwait. Ia-pun mempunyai saham yang
tidak sedikit di dalam proses terbentuk Liga Arab.
Berikut ini adalah salah satu
tulisannya, yang sampai sekarang masih dijadikan slogan yang
didengung-dengungkan para tokoh nasionalisme Arab:
“ Kemenangan bagaimanapun juga akan
berada di tangan Nasionalisme Arab, ini merupakan analisa yang ditemukan
oleh penelitian sejarah umum Nasionalisme “[2].
Begitu juga tulisan seorang penyair Al-Qori, yang tidak asing lagi bagi tokoh-tokoh Nasionalis Arab:
“ Berikan saya suatu hari, untuk memperingati kebangkitan bangsa Arab menjadi suatu Umat.
Dan berjalanlah dengan jasadku menuju agama burham.
Selamat atas kekafiran yang menyatukan kita .
Kemudian kita ucapkan ahlan wasahlan kepada neraka Jahannam.”
Proyek inilah yang akhirnya mengantarkan
kekalahan total bangsa Arab pada perang 1969 dengan Israel, negara
kecil yang jumlah penduduknya 1/35 % dari penduduk Arab.
Maka tak aneh, kalau Israel terus
berusaha menopang tokoh-tokoh Nasionalisme, agar tetap memegang tampuk
pemerintahan Negara-Negara Arab. Karena dengan mereka –lah Israel mampu
mencapai tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Diantara keuntungan-keuntungan yang bisa dikeruk Israel, dengan bentuk kepemimpinan Nasionalisme Arab adalah sebagai berikut:
- Matinya ruhul Jihad Islami, yang selama ini sangat ditakuti Zionisme.
- Terbentuknya bangsa Arab sebagai bangsa yang selalu bergantung kepada bangsa lain. Karena bangsa yang tidak beraqidah tak akan mampu mandiri.
- Terbentuknya bangsa Arab sebagai bangsa yang terpecah-pecah.
Proyek ini jugalah, yang memaksa bangsa
Arab untuk mengakui Israel sebagai bangsa berwibawa, yang mampu
mempermainkan negara-negara Arab dan terus menerus melakukan penekanan
terhadap segala usaha untuk menghubungkan bangsa Arab dengan Aqidah
Islamiyah[3].
Perlu disebutklan di sini pokok-pokok pemikiran “Nasionalisme Arab”:
- Unsur-unsur terpenting yang menopang gerakan ini adalah kesatuan bahasa, sejarah dan tanah air.
- Bangsa Arab adalah bangsa yang satu, hidup di dalam satu wilayah, oleh karenanya batas-batas geografi yang ada sekarang wajib dihilangkan, sehingga bangsa Arab terkumpul di dalam satu Negara.
- Bangsa Arab hendaklah bisa membebaskan diri dari ajaran-ajaran khurafat, hal-hal yang ghoib, dan melepas diri dari ikatan agama yang akan membuat terpecahnya persatuan bangsa Arab.[1]
Nampaknya masih sulit bagi bangsa yang
memegang “Faham Nasionalisme” untuk bisa bangkit dari perpecahan yang
akan terus mewarnai kehidupanya sebagai bangsa, selama mereka tidak
kembali kepada Islam.
[1]
WAMY, Mausu’ah Al-Muyassirah fii al-Adyan wa al-Madzahib Al-Mu’ashirah,
hal: 404. Lihat juga: Anwar Jundi, Rijal Ihktalafa fiihim ar ra’yu,
Darul Anshar, hal: 73
[1] Anwar Jundi, Rijal Ikhtalafa Fihim ar-Ro’yu, ( Kairo, Darul Anshor, t.t ) hal. 73
[2] Majalah al-‘Aroby, Januari, 1997, hal. 123
[3] Abdul Halim ‘Uwais, Dirosat Suquth 30 daulah , hal : 200-205