Jumat, November 02, 2012

Hukum Bunga Bank

Saudara-saudaraku se-Iman, Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad SAW dengan membawa petunjuk dan agama yang benar. Beliau SAW, memberikan kabar gembira (Basyiran), menyampaikan peringatan (Nadhiiran), menyampaikan risalah, menunaikan amanah, menasehati umat serta memberikan petunjuk yang terang benderang kepada umat manusia. Seorang yang mengaku dirinya beriman kepada Alloh Ta’ala dan RasulNya, wajib menerima, tunduk dan patuh kepada Syariat yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam kesempatan ini, alfaqir akan menguraikan mengenai hukum dan bahaya RIBA’/ BUNGA BANK yang sudah tidak asing lagi bagi mayoritas umat Islam. Tentunya sebagai Muslim yang baik dan taat selayaknya berhati hati dalam urusan dunianya, sehingga, apa-apa yang telah kita hasilkan menjadi pendapatan yang halal dan berkah. Tidak sedikit umat Islam yang terlibat dalam praktik RIBA’. Hal ini sangat menyedihkan.
Alhamdulillah, saat ini sudah banyak kita jumpai Bank-bank Syraiah, hal tersebut merupakan kemajuan umat Islam, harapannya Bank Syariah berjalan semaksimal mungkin sesuai hukum syar’i yang berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan fatwa Ijma’ Ulama’. Bila ada penyimpangan/ pengelabuan maka hal tersebut adalah salah satu bentuk pembohongan dan pembodohan terhadap umat Islam. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi.
Sebelum kita mengupas persoalan RIBA’/ BUNGA BANK, sebaiknya kita terlebih dulu memahami apa yang di dimaksud dengan “RIBA’ “. Yaitu: RIBA’ secara bahasa berarti “ziadah/ tambahan”.
RIBA’ secara Syariat, “Penyerahan pergantian sesuatu dengan sesuatu yang lain yang tidak dapat terlihat wujud kesetaraannya menurut timbangan Syara’ ketika Aqad, atau disertai kelebihan pada akhir proses tukar menukar, atau hanya salah satunya”.
Secara garis besar RIBA’ dikelompokkan menjadi dua. Yaitu RIBA’ hutang-piutang dan RIBA’ jual-beli. RIBA’ hutang-piutang terbagi lagi menjadi RIBA’ qardh dan RIBA’ jahiliyyah. Sedangkan RIBA’ jual-beli terbagi atas RIBA’ fadhl dan RIBA’ nasi’ah.
RIBA’ Qardh: Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
RIBA’ Jahiliyyah: Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
RIBA’ Fadhl: Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang RIBAWI.
RIBA’ Nasi’ah: Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang RIBAWI yang dipertukarkan dengan jenis barang RIBAWI lainnya. RIBA’ dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

RIBA’ ITU HARAM DALAM HAL MENGERJAKAN-NYA, MEMAKAN-NYA, MENCATATKAN-NYA, MENYAKSIKAN-NYA & MEMPERMAINKAN-NYA (Memperdayakan aqad RIBA’ Agar Tidak Dianggap RIBA’)

Banyak sekali orang yang menganggap proses BUNGA BANK itu sesuatu yang sama saja dengan jual beli, anggapan ini dikarenakan seseorang yang mungkin tidak memahami hakikat RIBA’ dengan benar, akhirnya mereka tersesat akibat tidak ada rasa ingin tahu hukum syari’at dalam perdagangan secara syar’i. Bisa jadi, mereka memilih tidak mau tahu atau pura-pura tidak tahu dan tidak mau bertanya kepada para Ulama’, sebab dianggap akan merepotkan dirinya sendiri. Orang Muslim yang seperti ini tidak akan ada ketenangan dalam hatinya dan Alloh Ta’ala, murka padanya.
Berikut ini, lampirkan beberapa firman Alloh Ta’ala, dan hadits-hadits Nabi SAW, yang tentunya cukup dengan terjemahan/ maksud dari pada ayat dan hadits. Semoga para pembaca dapat memakluminya.

Beberapa maksud firman Alloh Ta’ala:

Maksud ayat: “Orang-orang yang makan (mengambil) RIBA’ tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan RIBA’, padahal Alloh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan RIBA’. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil RIBA’), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Alloh. Orang yang kembali (mengambil RIBA’), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Al-Baqarah : 275).

Maksud ayat: “Alloh memusnahkan RIBA’ dan menyuburkan (berkat) sedekah. Dan Alloh tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran lagi berbuat dosa” (Albaqarah :276)

Ayat di atas menerangkan keadaan mereka di dunia sama dengan keadaan mereka nanti di akhirat, dalam hal tidak adanya ketenteraman bagi mereka. Orang-orang yang memakan RIBA’ (Mengambil RIBA’), yaitu saat di dunia jiwa mereka tidak tenteram, pikiran mereka tidak menentu selalu gelisah tak ubahnya seperti orang GILA serta bertingkah layaknya orang kerasukan SETAN walau pun kelihatannya normal. Demikian pula nanti di akhirat mereka akan dibangkitkan melainkan seperti orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila. Mereka bangkit dari kuburnya dalam keadaan bingung, sempoyongan, dan mengalami kegoncangan. Mereka khawatir dan penuh kecemasan akan datangnya siksaan yang besar dan kesulitan sebagai akibat perbuatan mereka.  “…..Dan pemakan RIBA’, barang siapa yang makan RIBA’ ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi kemasukan (setan)”. Alhadits.
Ayat ayat berikutnya :

Maksud ayat: “Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan tinggalkanlah sisa sisa (dari berbagai jenis) RIBA’, jika kamu orang orang yang beriman” “Maka jika kamu tidak memperbuatnya (meninggalkan sisa-sisa RIBA’) maka ketahuilah Alloh dan Rasul-nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (tidak memperbuat RIBA’ lagi) maka bagi kamu pokok hartamu (modal), kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya” (Al-Baqarah :  278 -279).

“Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu memakan RIBA’ dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Alloh agar kamu mendapat kemenangan” (Ali Imran :130).

Ayat ayat diatas adalah dasar-dasar hukum Qoth’i/ nash Alqur’an (PENGHARAMAN RIBA’/ BUNGA BANK) yang tidak dapat dikompromikan lagi oleh siapa pun, begitu juga para Ulama’ dan Mufassirin, semua sepakat atas haramnya RIBA’/ BUNGA BANK, Ulama-ulama besar dunia sepakat memutuskan hukum dengan tegas terhadap BUNGA BANK sebagai RIBA’. Ditetapkan bahwa tidak ada keraguan atas keharaman praktik pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank konvensional. Kecuali ulama-ulama GADUNGAN atau bisa disebut Ulama JAHAT yang mencoba mengutak-atik ayat ayat tersebut, mereka berusaha memutar-balikkan hukum Alloh dengan berfatwa sesuai DENGKULNYA.
Beda antara seorang ulama yang HAQ dengan ulama GADUNGAN adalah pada prioritas mengatakan kebenaran. Ulama yang HAQ tetap mengatakan bahwa yang HARAM itu HARAM, meski moncong meriam ditujukan ke arah kepalanya. Sekali haq tetap haq, apa pun yang terjadi. Sedangkan ulama GADUNGAN, mereka adalah orang yang berani mengubah-ubah hukum syariah sesuai dengan kemashlahatan pribadi.  Ulama semacam ini, itulah yang disebut ulama SUU’/ JAHAT yang akan mendapat azab sebelum Alloh mengazab para penyembah patung.

Maksud hadits: “Diantara tanda mendekatnya kiamat adalah berjubelnya para khatib di mimbar-mimbar dan banyaknya ulama yang menempel pada penguasa kalian. Lalu mereka menghalalkan yang haram demi penguasa itu dan mengharamkan yang halal demi mereka. Mereka memberi fatwa sesuai dengan syahwatnya. Ulama-ulama kalian mengajar agar mereka mendapatkan dinar dan dirham dan mereka jadikan Al-Qur’an sebagai komoditas pembicaraan mereka” Alhadits.

Maksud hadits: ”Ulama’ itu adalah kepercayaannya Rosul selama dia itu tidak bercampur dengan Sulthan/ Penguasa dan dia tidak dimasukkan ke dalam urusan dunia. Maka tatkala dia bercampur dengan Sulthan/ Penguasa dan memasuki urusan duniawi, maka sungguh-sungguh dia itu adalah khianat kepada Rosul. Maka hati-hatilah terhadap mereka”. Alhadits.

Dipahami di sini, BERGAUL dengan PENGUASA itu, bahwa Ulama itu hanya bergaul dengan penguasa. Dia bisa diperalat penguasa, yang haram disuruh memfatwakan halal dan yang halal disuruh memfatwakan haram. Mereka mencari dalil-dalil Qur’an dan Hadits demi kepuasan Penguasa.
Salah seorang Sholeh Alim, Amil dan Wara’ (Minal Arifin) berkata :

“ULAMA’ SUU’ ATAS AGAMA MUHAMMAD (ISLAM), LEBIH BAHAYA DARI PADA IBLIS..!!”

Tugas dan kewajiban Ulama, para Ustad agama yang Ikhlas dan jujur, yaitu: wajib menyampaikan hukum haramnya BUNGA BANK/RIBA’ kepada semua umat Islam tanpa terkecuali, apa lagi disaat ini sedang semaraknya “KARTU KREDIT” yang disebarkan dan ditawarkan dari BANK-BANK konvensional/ non Islam ke seluruh pelosok negeri ini yang mayoritas Muslim, sungguh sangat memprihatinkan. Umat Islam berebut ingin mendapatkan “KARTU KREDIT”/ hutangan dengan cara cara rubuwiyah dan terkesan ada indikasi untuk mengebiri generasi Islam dalam urusan akhirat, sehingga umat ISLAM disibuk-kan dalam urusan hutang piutang/duniawi, bahkan yang lebih menyedihkan lagi, banyak USTAD-USTAD agama dan MUBALLIGH yang ikut menerima “KARTU KREDIT” apa bila ditawarkan pada mereka atau menabung di BANK-BANK non Islam yang berarti ikut membantu dan mendukung sistem perputaran uang yang jelas-jelas dilaknat oleh Alloh Ta’ala, sekalipun mereka tidak mengambil hasil RIBA’/ bunganya. Padahal mereka mengerti, apa-apa yang mereka lakukan itu adalah hal hal yang DIHARAMKA dan termasuk DOSA-DOSA BESAR.
Hadits yang diriwayatkan oleh Shohabat Salim Maula Abi Hudaifah ra, Rasululloh SAW, bersabda, Maksud Hadits:

“Sungguh akan datang di hari Qiamat, sekelompok orang yang membawa amalan kebaikan seperti gunung-gunung Tihamah (isyarat besarnya amalan mereka), sehingga saat amal-amal itu datang pada mereka, dijadikan oleh Alloh Ta’ala amal-amal mereka hilang melayang, kemudian mereka dimasukan ke dalam Neraka”, lalu Shohabat Salim berkata: wahai Rasululloh…“Demi Ayahku, engkau dan Ibuku..! beri tahu kami sifat-sifat mereka sehingga kami mengenalinya, demi yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sesungguhnya aku khawatir termasuk golongan mereka”, lalu Nabi SAW’ bersabda, Maksud Hadist: “Wahai Salim, sesungguhnya mereka itu dulu (di dunia) orang-orang yang tekun Ibadah puasa dan Sholat, akan tetapi saat ditawarkan pada mereka sesuatu yang haram, mereka bergegas berebut menerimanya, maka Alloh melenyapkan amal-amal baik mereka”. Alhadits.

Maksud hadits: “…Akan datang suatu zaman pada manusia, pada saat itu seseorang sudah tidak akan memperdulikan lagi apa-apa yang ia dapati, apakah dari yang halal atau dari yang haram…” Alhadits.

Maksud hadits: “Setiap daging yang ditumbuhkan dari makanan haram, maka api neraka lebih berhak (membakar) atas daging itu” Alhadits.

RIBA’ merupakan salah satu dosa dari DOSA-DOSA BESAR. Penghasilan dari RIBA’ (makan BUNGA BANK) akan mempengaruhi proses pertumbuhan daging tubuh seseorang dan keluarganya, yang berdampak tidak didengar DO’ANYA oleh Alloh Ta’ala, malas beribadah, tertolak IBADAHNYA, tersiksa saat SAKARATUL MAUT dan menjadi sebab mati SUU’UL KHATIMAH. Darah yang mengalir di badan-nya menjadi panas walau pun tidak dirasakan panas secara dhohiriyah. Hakikatnya uang RIBA’/ BUNGA BANK itu adalah api yang akan membakar tubuhnya kelak di hari pembalasan/kiamat.

Maksud hadits: “Ada seorang yang menengadahkan tangannya ke langit berdo’a, “Ya Rabbi, Ya Rabbi, sementara makanannya haram, pakaiannya haram, dan daging yang tumbuh (dikenyangkan) dari hasil yang haram, maka bagaimana mungkin do’anya dikabulkan”. Alhadits.

Ibnu Abbas ra berkata: “Tidak diterima dari pemakan RIBA’ sedekahnya, hajinya, jihadnya dan persaudaraannya.” (Al-Jami’ li Ahkamil Quran, Al-Qurtubi)
Orang Islam dilarang keras bekerja di BANK-BANK yang menjalankan praktik RIBA’ atau  tempat yang bertransaksi dengan RIBA’ meski pun persentase transaksinya minim sekali sebab pegawai pada instansi dan tempat yang bertransaksi dengan RIBA’ berarti telah bekerja sama dalam KRMAKSIATAN kepada Alloh dan RasulNya, gaji yang diterima pun HARAM, mereka sama-sama TERLAKNAT sebagaimana sabda Rasululloh SAW, maksud hadits: “Alloh telah melaknat pemakan RIBA’, orang yang memberi makan dengan (hasil) RIBA’, pencatatnya serta kedua saksinya”. Beliau bersabda lagi, “Mereka itu semua sama saja.” (dalam andil menjalankan RIBA’). Alhadist.

Maksud hadits: “Apabila zina dan RIBA’ telah merajalela dalam suatu negeri, maka sesunggguhnya mereka telah menghalalkan azab Alloh diturunkan kepada mereka”. Alhadits.

Maksud hadits: “Alloh melaknat orang yang makan RIBA’ (menerimanya), yang mewakilinya (memberinya), yang mencatatkan-nya dan yang menyaksikan-nya”.  “Dosa RIBA’ memiliki 72 pintu/ cara, dan yang paling ringan adalah seperti (dosa) seseorang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” Alhadits.

Memakan RIBA’ menjadi sebab utama SUU’UL KHATIMAH, RIBA’ merupakan bentuk KEDZALIMAN yang menyengsarakan orang lain, dengan cara menghisap “darah dan keringat” pihak peminjam, itulah yang disebut RENTENIR atau LINTAH DARAT. Akibat dari dosa RIBA’ ini telah dirasakan oleh banyak kalangan baik muslim mau pun non muslim, karena RIBA’ merupakan KEDZALIMAN yang sangat jelas dan nyata.

TANYA JAWAB SEPUTAR RIBA’/ BUNGA BANK

Di zaman ini, seorang yang menghindar dari urusan RIBA’ karena takut kepada Alloh Ta’ala, tetap saja akan terkena debunya, namun atas niatnya yang baik untuk menghindar dari bahaya RIBA’, maka Alloh Ta’ala tidak mencatat dosa baginya, karena mereka adalah orang-orang baik/ shaleh. Persoalan ini tentu merupakan tantangan cukup berat bagi umat Islam. Mari kita simak soal jawab singkat terkait BUNGA BANK/ RIBA’, sebagai berikut:
  • Soal : “Apa hukumnya menabung di BANK-BANK non Islam ?”.
  • Jawab : “Hukumnya haram, apa bila sudah ada BANK-BANK Syariah, jika belum ada bank Syariah, menurut fatwa Ulama’ diperbolehkan dengan alasan masa darurat”.
  • Soal : “Bagaimana hukumnya menabung di bank konvensional, tetapi tidak mengambil bunganya?”.
  • Jawab: “hukumnya tetap haram, sebab sama juga bekerja sama dalam kemaksiatan dan membantu praktik RIBA’, mendukung cara perputaran uang yang tidak dibenarkan secara Syariah dan itu pasti dosa”.
  • Soal : “Setahu saya, perputaran uang di BANK-BANK Syariah dikelola oleh BI dengan cara konvensional, apakah itu tidak berarti sama saja ujung-ujungnya RIBA’ ?”.
  • Jawab : “Tidak sama, sebab ketika nasabah menyetorkan uangnya diawali dengan cara aqad secara Syar’i dan aqad inilah yang menjadi penentuan/ patokan sah atau tidak, ada pun dibalik itu bila ada pengelolaan uang nasabah secara konvevsional di BI maka nasabah tidak ikut berdosa dan Alhamdulillah, sekarang uang yang masuk dari semua bank Syariah ke BI dikelola secara Syariah juga”.
  • Soal : “Bagaimana di zaman ini, kami sangat sulit mu’amalah (berbisnis) dengan cara Syariah mengingat hampir semua yang berhubungan kerja dengan kami adalah orang-orang yang menggunakan BANK-BANK non Islam, terpaksa pada sistem pembayaran, kami mengikuti mereka dengan menggunakan bank non Islam?”.
  • Jawab : “Dalam kondisi seperti itu, anda diperbolehkan melakukan transaksi via bank konvensional dikarenakan darurat (tidak ada cara lain), akan tetapi, jika ada cara dan memungkinkan transaksi via bank Syariah maka hal itu tetap diharamkan”.
  • Soal : “Uang BUNGA BANK yang tidak diambil oleh umat Islam, akan digunakan untuk kepentingan musuh Islam/ kristenisasi, apa sebaiknya kita ambil saja untuk kepentingan sosial ?”.
  • Jawab: “Jika umat Islam sudah tahu akan hal tersebut, kenapa masih saja menyimpan uang mereka di BANK-BANK non Islam? simpan saja uang umat Islam di BANK-BANK Syariah”. Dan perlu difahami, bahwa uang BUNGA BANK yang boleh diambil untuk kepentingan sosial adalah yang didalamnya tidak ada unsur kesengajaan, tetapi jika ada kesengajaan seperti sudah tahu menyimpan uang di bank non Islam itu ada bunganya, namun masih saja menyimpannya di bank tersebut, maka hukumnya haram, bila bunganya diambil, dosanya berlipat ganda.
  • Soal : “Hampir semua BANK-BANK Syariah pemiliknya non muslim, bagaimanakah hal itu?
  • Jawab: “Tidak jadi masalah walau pun para pemilik bank Syariah adalah non muslim atau katakan saja pemiliknya seorang Yahudi, selama mereka menerapkan cara-cara Syariah dalam mu’amalah maka tidak ada larangan bagi umat Islam bekerja sama dengan non muslim, mereka juga berhak menerima hasil kerjanya selama tidak bertentangan dengan Syariah. Seperti halnya seorang Islam berbelanja sembako di toko milik orang non Islam, itu diperbolehkan dan halal selama tidak ada hal-hal yang menggugurkan syarat-syarat jual beli. Terkecuali kita tahu dengan jelas bahwa, hasil kerjasama mereka dengan orang Islam KEUNTUNGANNYA akan digunakan untuk melemahkan Islam atau menghancurkan Islam, maka hal tersebut wajib DIHINDARI.  Justru kita umat Islam yang harus sadar, mengapa mereka (non Islam) yang menguasai perekonomian dan mejadi pemilik BANK Syariah?, mengapa bukan orang Islam?.
Alhasil, kita harus menyadari dan mendukung bank Syariah yang sedang berkembang dengan segala kekurangannya, jangan kita mengkritik kecuali yang sifatnya membangun. Sangat tidak layak, orang Islam bergandengan tangan bekerjasama dengan bank konvensional secara damai, tetapi menjadi tukang kritik bagi BANK-BANK Syariah yang justru mematahkan semangat dan tidak membangun.
Saudara-saudaraku se-Iman, apa-apa yang telah alfaqir sampaikan hanya semata karena Alloh Ta’ala, hal itu merupakan kewajiban sesama muslim saling memberikan nasehat. Ingatlah bahwa kita semua akan mati. Apa bekal kita ? tentunya IMAN dan amal-amal baik yang akan menyelamatkan kita dari siksa KUBUR dan kobaran API NERAKA kelak. Ingat! Malaikat Maut akan datang secara tiba-tiba pada setiap orang, kita hanya menunggu waktu, entah kapan gilirannya. Semua akan merasakan dahsatnya SAKARATUL MAUT. sementara kita masih banyak yang lupa akibat terbelenggu urusan duniawi. Yang lebih celaka lagi, belum sempat bertaubat, sudah dijemput ajal. Setelah badan terbujur kaku, Penyesalan tidak akan berarti, apakah mereka akan menjadi orang-orang yang beruntung ataukah menjadi orang-orang yang merugi…? Beruntunglah bagi hamba-hamba yang taat pada perintah Alloh Ta’ala dan RasulNya, sebaliknya SAKARATUL MAUT akan menjadi MALAPETAKA BESAR bagi orang-orang yang belum sempat bertaubat.
Maksud ayat: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Attahrim : 6)
Peringatan Alloh Ta’la dan Rasul-Nya sudah jelas, hanya orang orang yang mau bertaubat dan sadar dari kesalahan-kesalahan yang telah lalu, mereka akan mendapat AMPUNAN dan RAHMAT dari Alloh Ta’ala. BERTQWALAH kepada Alloh Ta’ala, jagalah SHALAT lima waktu, janganlah berbuat DZALIM, hindarilah harta yang HARAM dan janganlah memutus SILATURAHIM dengan orang-orang MU’MIN, niscaya engkau akan selamat di DUNIA mau pun AKHIRAT, Amin Ya Robbal ‘Aalamiin.
Wallohu A’lam Bi Shawaab

0 comments:

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template