Selasa, November 12, 2013

Mengambil ‘Ibrah dari Kebejatan Ahli Kitab

Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen) adalah dua prototipe umat para Nabi yang gagal mempertahankan keistimewaan yang dimiliki. Semestinya, dengan anugerah kitab dan kenabian yang mereka dapatkan, mereka menjadi umat yang paling depan dalam beriman kepada Allah swt. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, mereka menjadi umat yang paling kufur kepada Allah swt. Umat Nabi Muhammad saw yang diberi anugerah sama sudah semestinya mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kebejatan Yahudi dan Kristen tersebut.
Ahli Kitab, dijelaskan oleh QS. Ali ‘Imran [3] : 186 adalah umat yang pernah diberi kitab sebelum al-Qur`an. Kitab yang dimaksud, disebutkan dalam ayat ke-65; Taurat dan Injil. Umat yang diberi dua kitab tersebut adalah Yahudi dan Kristen/Nashrani. Kedua umat ini divonis kafir oleh Allah swt dan akan masuk neraka dengan kekal di dalamnya disebabkan menolak kenabian Nabi Muhammad saw (QS. Al-Bayyinah [98]).
Al-Qur`an menyebutkan beberapa faktor yang menjadi penyebab kekufuran Yahudi dan Kristen tersebut, yaitu: menelantarkan kitab Allah swt, syirik, ghuluw (kultus individu), membuat bid’ah, dan gila dunia takut mati. 

Menelantarkan Kitab Allah swt
Dalam QS. al-Hadid [57], Allah swt memerintahkan umat Islam untuk tidak meniru akhlaq bejat Ahli Kitab dalam menelantarkan kitab ini:
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik (QS. al-Hadid [57] : 16).
Imam Ibn Katsir menjelaskan, ayat ini dengan tegas memerintahkan umat Islam untuk melunakkan hati ketika berdzikir dan berinteraksi dengan al-Qur`an. Jangan menyia-nyiakan kitab Allah swt dalam waktu yang lama, sehingga kelak hati mereka mengeras sebagaimana pernah terjadi pada Ahli Kitab sebelum mereka (Tafsir Ibn Katsir QS. al-Hadid [57] : 16)
Dalam QS. al-Jumu’ah Allah swt menyebut mereka seperti keledai yang bodoh. Sementara dalam QS. al-A’raf, Allah mengibaratkan mereka seperti anjing, saking kerasnya hati mereka, diingatkan tidak diingatkan tetap saja tidak mau tunduk pada ayat Allah swt:
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim (QS. al-Jumu’ah [62] : 5).
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir (QS. al-A’raf [7] : 175-176).
Disebabkan hati yang sudah mengeras seperti batu, maka kitab-kitab Allah swt tersebut pun diperlakukan seenaknya, sesuai kepentingannya. Disebabkan kedengkian yang akut terhadap bangsa Arab dengan diutusnya Nabi Muhammad saw dari bangsa Arab (QS. al-Baqarah [2] : 109) bukan dari bangsa Israel, mereka pun kemudian mengubah ayat-ayat yang jelas tersebut (QS. al-Baqarah [2] : 74-75, 146). Dalam waktu yang lain, demi mendapatkan pengakuan masyarakat umum dan dengan sendirinya mendapatkan keuntungan duniawi, mereka berani menambahkan kandungan baru terhadap kitab Allah swt dengan mengatasnamakan Allah swt, padahal jelas itu adalah ulah tangan mereka sendiri (QS. An-Nisa` [4] : 46, Al-Ma`idah [5] : 13, 41, Al-Baqarah [2] : 79).
Kritikan al-Qur`an ini menemukan pembenarannya dalam Bibel/Alkitab yang ada di tangan Yahudi-Kristen dewasa ini. Terdapat variasi Alkitab. Masing-masingnya bahkan jelas nama penulisnya (Lukas, Markus, Matius, Yohanes). Kandungannya banyak yang merupakan duplikasi dari ajaran Yunani-Romawi yang mendominasi wacana keagamaan saat itu.
Umat Islam sudah seyogianya tidak menelantarkan kitabnya seperti itu. Al-Qur`an itu, diibaratkan Allah swt jika diturunkan kepada gunung maka gunung akan hancur remuk saking takutnya kepada Allah swt (QS. al-Hasyr [59] : 21). Maka umat Islam jangan lebih keras daripada bebatuan gunung. Gunung saja hancur remuk, maka aneh jika hati manusia tidak tergerak sama sekali. Allah swt menyebut al-Qur`an sebagai pengajaran, obat hati, petunjuk pada jalan kebenaran dan anugerah rahmat (QS. Yunus [10] : 57). Maka jangan sampai umat Islam mengabaikan semuanya itu. Al-Qur`an mesti rutin dibaca, dipahami maknanya, dihayati kandungannya, dihafal pengajarannya, dan diamalkan ajarannya. Jika ini terabaikan, maka pasti umat Islam akan ‘rusak’ sebagaimana Ahli Kitab sebelumnya.
Apalagi jika sampai al-Qur`an dianggap sudah tidak sesuai tuntutan zaman, dengan dalih teks-teks ayat al-Qur`an hanya cocok untuk bangsa Arab. Demi kepentingan duniawi al-Qur`an diyakini harus didekonstruksi teksnya untuk kemudian ditafsirkan secara serampangan dengan hermeneutika. Jika itu juga sampai terjadi, tunggu saja kehancuran umat Islam.

Syirik
Meskipun sudah jelas bahwa para Nabi saw hanya mengajarkan ibadah kepada Allah swt dan menjauhi selain Allah swt/thaghut (QS. An-Nahl [16] : 36, Ali ‘Imran [3] : 64), tetapi Ahli Kitab malah dengan terang-terangan mengabaikan ajaran ini. Mereka meyakini bahwa Allah swt punya anak (QS. at-Taubah [9] : 30). Dalam QS. al-Baqarah [2] : 101-102 dijelaskan, Ahli Kitab ini menelantarkan kitabnya dan malah lebih menggandrungi sihir. Sementara dalam QS. an-Nisa` [4] : 51, ketika mereka diberi kitab mereka malah lebih meyakini kebenaran sihir dan thaghut (sesuatu yang sakral selain Allah swt). Dalam QS. al-A’raf [7] diinformasikan oleh Allah swt, bahwa karakter ini sudah muncul dari sejak generasi pertama Ahli Kitab di zaman Nabi Musa as:
Dan Kami seberangkan Bani Israel ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israel berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang bodoh” (QS. al-A’raf [7] : 138)
Karakter senang terhadap syirik ini terus membatu dalam hati mereka sampai kemudian menjadikan anak sapi sebagai sesembahan mereka (QS. al-A’raf [7] : 148).
Fakta hari ini menunjukkan bahwa masyarakat Israel/Yahudi dan Barat/Kristen lebih menggandrungi mitos, sihir, dan semacamnya dibanding ajaran-ajaran Alkitab mereka. Alkitab mereka ditelantarkan begitu saja, sementara ramalan-ramalan—dan itu dicontohkan sendiri oleh pendeta-pendeta mereka—begitu diperhatikan. Apalagi penganut Kristen yang sampai menjadikan tuhan mereka “tiga” (QS. An-Nisa` [4] : 171, Al-Ma`idah [5] : 73).
Maka dari itu, Nabi saw sangat sering mewanti-wanti umatnya untuk tidak terjerumus syirik. Al-Qur`an dan hadits dalam hal ini dengan tegas menyatakan bahwa syirik dosa terbesar dan tidak akan mungkin diampuni. Dalam hal kecil yang mengarah pada syirik sekalipun, Nabi saw mengecamnya:

عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ r لَمَّا خَرَجَ إِلَى حُنَيْنٍ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ فَقَالَ النَّبِيُّ  rسُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ

Dari Abu Waqid al-Laitsi, saat Rasulullah saw pergi ke Hunain, beliau melintasi sebuah pepohonan kaum musyrikin bernama Dzat Anwath, orang-orang biasa menggantungkan persenjataan mereka di pohon itu. Kemudian para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, buatkan kami Dzat Anwath seperti milik mereka.” Lalu Nabi saw bersabda: “Subhaanallaah, ini seperti yang dikatakan kaum Musa: Buatkan kami ilah seperti ilah-ilah mereka. Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian akan melakukan perilaku-perilaku orang sebelum kalian.” (Sunan at-Tirmidzi kitab al-fitan bab latarkabunna sunana man kana qablakum no. 2180).
Ini menjadi peringatan yang keras buat umat Islam untuk tidak mengikuti kesalahan Ahli Kitab. Lebih memperhatikan mitos, ramalan, hal-hal keramat dan semacamnya dibanding mengkaji kitab yang ada pada mereka. Jika itu terjadi maka kehancuran agama seperti terjadi pada Ahli Kitab, akan terjadi pula pada umat Islam.

Ghuluw (Kultus Individu)
Salah satu penyebab adanya syirik tersebut adalah ghuluw (kultus individu). Khusus orang Kristen, mereka sampai menuhankan Yesus dan ibunya (QS. An-Nisa` [4] : 171-172, Al-Ma`idah [5] : 116-117). Baik Yahudi-Kristen mereka mengkultuskan juga pendeta dan rahib, sehingga apa yang diucapkan pendeta dan rahib tersebut, meskipun itu menghalalkan yang haram atau sebaliknya, selalu dianggap benar (QS. At-Taubah [9] : 31 dan penafsirannya dalam hadits ‘Adi ibn Hatim).
Nabi saw dalam hal ini mengingatkan umatnya:

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah ‘abdullah wa rasuluh (hamba Allah dan utusan-Nya) (Shahih al-Bukhari kitab ahadits al-anbiya bab qaulil-’Llah wa-dzkur fil-kitab Maryam no. 3445).
Pengkultusan Ahli Kitab terhadap orang-orang yang dipandang suci oleh mereka juga sampai pada tahap mengabadikannya dalam patung dan gambar di tempat-tempat penting mereka.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ فَذَكَرَتَا لِلنَّبِيِّ r فَقَالَ إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari ‘Aisyah Ummul Mukminin, bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan kepada Nabi saw mereka melihat gereja di Habasyah yang di dalamnya terdapat gambar. Maka beliau pun bersabda:“Sesungguhnya jika orang shalih dari mereka meninggal, maka mereka mendirikan masjid di atas kuburannya dan membuat patungnya di sana. Maka mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah pada hari qiyamat.”(Shahih al-Bukhari kitab as-shalat bab hal tunbasyu qubur musyrikil-Jahiliyyah no. 427; Shahih Muslim kitabal-masajid bab an-nahy ‘an bina`il-masajid ‘alal-qubur no. 1209)
Menyadari bahayanya kultus individu terhadap kemurnian ajaran Islam, maka Nabi saw mengingatkan umatnya:

قَالَ جُنْدَبٌ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ r قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّى أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِى مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِى خَلِيلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِى خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

Jundab berkata: Lima hari menjelang Rasulullah saw wafat, aku mendengar beliau bersabda: “Aku berlepas diri kepada Allah dari mengambil salah seorang di antara kalian sebagai kekasih, karena Allah Ta’ala telah menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Dan kalaupun seandainya aku mengambil salah seorang dari umatku sebagai kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari mereka sebagai tempat peribadatan, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai tempat peribadatan, karena sungguh aku melarang kalian dari hal itu.” (Shahih Muslim kitab al-masajid bab an-nahy ‘an bina`il-masajid ‘alal-qubur no. 1216)
Artinya, jika umat Islam mengkultuskan Nabi saw sampai pada tingkat mengeramatkan kuburannya, menilainya sebagai putra Allah swt atau menuhankan Nabi saw, demikian juga menilai orang-orang shalih sebagai orang suci dan penuh dengan keramat, maka pasti ajaran Islam yang kaffah tidak akan pernah bisa diwujudkan. Pada saat itu, umat Islam pasti akan mengalami kerusakan yang sama dengan Ahli Kitab.

Membuat Bid’ah
Di antara bid’ah yang disoroti al-Qur`an adalah kerahiban pada agama Kristen. Sebagaimana diketahui, rahib Kristen tidak boleh menikah, memiliki kasta-kasta khusus seperti Paus, Kardinal, Uskup, dan adanya keistimewaan khusus untuk orang-orang yang dianggap suci (Saint/Santo). Semua ini adalah bid’ah yang diada-adakan oleh Kristen (QS. Al-Hadid [57] : 27).
Bid’ah lainnya adalah merayakan hari-hari yang dianggap istimewa oleh mereka. Ini di antaranya tercermin dalam dialog seorang Yahudi dan ‘Umar ibn al-Khaththab:
Dari ‘Umar ibn al-Khaththab, seorang Yahudi berkata kepadanya: “Wahai Amirul-mu`minin, ada satu ayat dalam kitab kalian yang biasa kalian baca. Seandainya saja ayat itu diturunkan kepada kami, niscaya kami akan menjadikan hari turunnya tersebut sebagai ‘id (perayaan).” ‘Umar bertanya: “Ayat yang mana?” Yahudi itu menjawab: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu [QS. 5 : 3]. ‘Umar menimpali: “Kami tahu hari dan tempat ayat itu turun kepada Nabi saw, yakni ketika Nabi saw berdiri di ‘Arafah pada hari Jum’at (tapi kami tidak akan merayakannya).” (Shahih al-Bukhari kitab al-iman bab ziyadatil-iman wa nuqshanihi no. 45; Shahih Muslim kitab at-tafsir no. 7712).
Maka dari itu tidak heran jika di masyarakat Kristen banyak sekali perayaan hari-hari yang dianggap penting, di antaranya yang jelas natal (kelahiran Yesus), paskah (kenaikan Yesus), tahun baru, ulang tahun, dan lain sebagainya. Bid’ah-bid’ah semacam ini mesti dijauhi oleh umat Islam, agar agama Islam tidak rusak sebagaimana agamanya Ahli Kitab. Ajaran yang sebenarnya ditinggalkan dengan sebab terlalu fokus pada perayaan-perayaan bid’ah.

Gila Dunia Takut Mati
Banyak sekali ayat yang menyatakan bahwa Ahli Kitab berani menukarkan ayat-ayat Allah swt dengan harga yang sedikit. Maksudnya, mereka lebih memilih meninggalkan kitab Allah swt demi mengejar kesenangan duniawi yang sesaat. Kalau perlu ayat-ayat Allah swt itu dibajak, diubah, dan dipelintir demi mendapatkan keuntungan sesaat (tsamanan qalilan). Dalam QS. Al-Baqarah [2] disebutkan bahwa itu disebabkan sifat ‘gila dunia’ yang sangat akut dalam diri mereka:
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka (Yahudi), manusia yang paling rakus kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih rakus lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (QS. Al-Baqarah [2] : 96).
Saking gilanya mereka terhadap dunia, maka mereka takut sekali pada kematian, meskipun mereka mengklaim sebagai bangsa pilihan Tuhan yang pasti akan dimasukkan ke surga-Nya:
Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (mu), jika kamu memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya (QS. Al-Baqarah [2] : 94-95).
Ayat semakna terdapat juga dalam QS. Al-Jumu’ah. Dalam surat ini, Allah swt memberikan peringatan khusus:
Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-Jumu’ah [62] : 8 ) .
Sifat inilah yang menyebabkan Ahli Kitab sangat mencurahkan perhatiannya pada kehidupan dunia. Saking dipentingkannya, maka agama sekalipun harus tunduk pada dunia, bukan sebaliknya. Maka tidak heran jika kita saksikan Yahudi-Kristen lebih mendahulukan modernisme dibanding ajaran-ajaran kitabnya. Tidak akan dikenal dalam agama Yahudi-Kristen istilah “penegakan syari’at”, sebab mereka semua—termasuk para pendetanya—sudah sepaham tidak perlu hal itu, yang penting dunia dikuasai. Akibatnya kezhaliman terjadi di berbagai belahan dunia. Yang paling kentara adalah kezhaliman dalam bidang ekonomi dalam wujud ketimpangan ekonomi yang sangat tajam antara kaya dan miskin; kezhaliman dalam sumber daya manusia yang berwujud hancurnya kepribadian manusia akibat paham kebebasan (freedom), free sex, narkoba, miras, yang kemudian merembet pada hancurnya nilai-nilai keluarga dan kemasyarakatan; dan kezhaliman sumber daya alam (SDA) yang berwujud kerusakan lingkungan.
Umat Islam sudah semestinya tidak mengulangi kehancuran agama yang terjadi pada Ahli Kitab disebabkan sifat yang satu ini. Disebabkan mendahulukan dunia, hukum waris pun diabaikan dan bahkan dianggap tidak adil. Disebabkan memprioritaskan dunia, keharaman riba pun sengaja diabaikan dengan sejuta dalih. Pelaksanaan syari’at-syari’at Islam lainnya terabaikan disebabkan umat Islam hanya fokus pada kehidupan dunianya, bukan pada agamanya. Jika itu terjadi maka jangan heran kalau kelak yang tersisa dari Islam hanya namanya saja, tidak ada wujud hakikatnya sama sekali. Seperti halnya Ahli Kitab, yang tersisa hanya namanya saja “Ahli Kitab”, sementara kitab dan ajarannya sudah hilang sama sekali.
Rasul saw sudah dari sejak lama mengingatkan:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ t أَنَّ النَّبِيَّ r قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Dari Abu Sa’id ra, bahwasanya Nabi saw bersabda: “Kamu akan mengikuti jalan-jalan kaum sebelummu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga walau mereka masuk lubang biawak sekalipun kamu akan mengikutinya juga.” Kemudian Rasulullah saw ditanya: “Apakah mereka yang dimaksud itu Yahudi dan Nashrani?” Jawab Rasul: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (Shahih al-Bukhari kitab ahadits al-anbiyabab ma dzukira ‘an bani Isra`il no. 3456 dan kitab al-i’tisham bil-kitab bab qaulin-Nabiy latattabi’unna sunana man kana qablakum no. 7320; Shahih Muslim kitab al-qadr bab ittiba’ sunan al-yahud wan-nashara no. 6952).
Wal-‘Llahu a’lam.

0 comments:

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template