Sabtu, Maret 16, 2013

Sejarah Di Turunkannya Surat Al-Kafirun

Turunnya Surat al-kafirun dengan adanya tawaran dari Kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad Saw. Dikisahkan bahwa Nabi Muhammad saw di datangi oleh sekelompok Kaum Quraisy dan dan meminta agar Nabi Muhammad mengikuti agama lama para Kaum Quraisy dan sebagai gantinya mereka mengatakan akan mengikuti agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad.

Mereka mengatakan untuk saling bertukar agama masing-masing dalam waktu satu tahun, namun Nabi Muhammad menolak untuk menyetujui permintaan para Kaum Quraisy ini. Kaum Quraisy tidak menyerah dengan penolakan dari Nabi Muhammad dan tetap menawarkan kembali agar Nabi menyembah sebagian dari tuhan-tuhan Kaum Quraisy.

Besoknya Nabi pergi ke Masjidil Haram, lalu beliau menghampiri para pemuka Quraisy dan membacakan wahyu yang baru diterima dari Allah dan akhirnya Kaum Quraisy menyerah dan perputus asa dalam penawaran mereka kepada Nabi Muhammad.



Dalam banyak kitab tafsir dari bermacam ulama-ulama besar Islam seperti imam Tabari, Ibnu Katsir, al-Bagwi, al-Alusi, dan sebagainya, banyak menyebutkan tentang kisah penolakan Nabi Muhammad dan pembacaan wahyu surat al-kafirun kepada Kaum Quraisy yang sedang berkumpul di Masjidil Haram.
Bahwa ada penolakan yang tidak “umum” yang dilakukan Nabi Muhammad terhadap tawaran Kaum Quraisy namun menampakan keadilan, kenetralan, pluralitas, dan juga humanistis. Begitulah keteguhan hati seorang Nabi Muhammad dalam mengemban risalah dari Tuhan-nya.

Padahal jika menerima tawaran dari Kaum Quraisy, NabiMuhammad akan mendapatkan harta dari Kaum Quraisy, dan bisa menjadi orang terkaya di Makkah. Selain akan memberikan seluruh hartanya Kaum Quraisy juga menjanjikan kesetian dan ketundukan pada Nabi Muhammad asal beliau mau mengakui tuhan para Kaum Quraisy ini.

Dalam argumentasinya Kaum Quraisy meyakini bahwa ada kebaikan dalam tawaran mereka, saling menguntungkan, dan menyenangkan semua pihak. Maka Tuhan pun menguatkan hati Nabi Muhammad, “ Katakanlah: “maka apakah kepada selain Allah kamu menyuruhku menyembah, wahai orang-orang jahil ?” (QS. 39:64)

Penolakan yang begitu tegas kepada orang-orang Quraisy untuk tidak lagi menawarkan tuhan-tuhan mereka kembali kepada nabiMuhammad tampak pada surat al-kafirun agar mereka mengetahui bahwa Nabi Muhammad tidak akan menyembah tuhan kaum Quraisy dan begitupun sebaliknya.

Surat Al-Kafirun “Penyangkal Kebenaran”

Surat al-kafirun ini terdiri dari 6 ayat dan termasuk dalam kategori surat makkiyyah, di turunkannya setelah surat al-maa’uun. Penamaan surat al-kafirun adalah pengambilan pada perkataan Tuhan pada salah satu ayat yang terdapat dalam surat al-kafirun tersebut.
Surat tentang penegasan bahwa Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya bukanlah apa yang disembah oleh para kaum kafir, dan Nabi Muhammad beserta pengikutnya tidak menyembah apa yang para kaum kafir sembah:

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
1. Katakanlah: Wahai orang-orang yang menyangkal kebenaran (kafir)
2. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah,

Bagian ini adalah penegasan dari orang-orang yang beriman, yang mempercayai bahwa akan menerima dan merasakan rahmat dari Pencipta Yang Maha Esa. Oleh karenanya memberitahu kepada orang-orang kafir, ‘Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah’.

Orang-orang yang beriman menyembah langsung kepada sumber cahaya agar tidak lagi merasakan kegelapan yang melingkupi. Dan sumber caha itu menambah keimanan melalui ibadah, dan melindungi dari segala mara bahaya. Lalu ibadah inilah yang akan menjadikan perjalanannya mudah, lancar, dan tidak ada perlawanan.

3. Dan kamu tidak menyembah apa yang aku sembah.
Pengertiannya bisa jadi bahwa orang-orang kafir tidaklah akan meuju sumber cahaya yang Nabi Muhammad dan pengikutnya sembah, karena kaum kafirin tidak menyembah energi halus yang memancarkan semu kesifatan.

4. Dan aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah
Tidak pernah akan, dan tidak pernah bisa, setelah tercerahkan, setelah dibukakan, setelah mengetahui Allah, menghormati atau memuja apa yang engkau sembah. ُ

5. Dan kamu pun tidak akan menyembah apa yang aku sembah.
Di masa akan datang, engkau pun tidak akan pernah menyembah kebenaran yang aku sembah. Ini merupakan ramalan yang menunjukkan bahwa orang-orang yang dalam kekufuran akan tetap dalam kekufuran.
Ada orang yang telah diciptakan sebagai bahan bakar neraka, sebagaimana berulang kali dikatakan dalam Alquran, dan fakta ini tidak dapat diubah. Mereka akan tetap begitu meskipun kita meminta agar mereka tidak melakukan itu, meskipun segala upaya dilakukan untuk menarik mereka ke dalam cahaya din.َ

6. Untukmu agamamu dan untukku agamaku.
Orang yang beriman berada dalam ketenangan hati yang sempuma dan orang yang tahu bahwa segala sesuatu berada dalam genggaman Allah menyimpulkan, 'Engkau mempunyai jalan sendiri, jalan yang kau pilih untuk melengkapi lagi dirimu dan berinteraksi dengan orang lain, dengan wujud apa pun yang kau anggap mutlak, dan aku punya jalan sendiri!'

Kemudian orang-orang yang beriman dan berkeyakinan teguh bergandengan tangan mengikuti metoda yang telah disempumakan dari model Muhammad. Mereka tidak diterangi dari luar; penerangan mereka ber-asal dari dalam. Mereka berjalan sepanjang pantai lautan cahaya, dan pantai ini ada batas-batasnya. Inilah jalan orang mukmin, j'alan keyakinan yang sempurna.

Begitulah ta’wil singkat surat al-kafirun pada per ayatnya. Bahwa surat wahyu ini diturunkan kepada orang-orang kafir Quraisy yang tidak berpengetahuan tentang tauhid dan lebih membagakan berhala-berhala mereka. Namun demikian Allah masih memberikan toleransi kepada Kaum Quraisy dengan syarat tidak melakukan pemaksaan kepada muslimin yang beriman kepada Allah untuk mengikuti kekafiran mereka.

Kontra Kesatuan Transenden Pada Surat Al-Kafirun

Al-Quran mengkategorikan apa yang dikenal dengan kesatuan transenden agama-agama sebagai tindakan dari orang-orang jahil yang tidak berpengetahuan. Bahwa agama Islam adalah agama yang berlandaskan tauhid mempunyai karakteristik dan pandangan hidup sendiri dan tidak bisa disamakan dengan pandangan agama-agama lain, dan tercermin disetiap ayat pada surat al-kafirun .
Pada hakikatnya orang-orang jahil bukan saja orang-orang bodoh dan kosong pengetahuan tapi juga mereka adalah kaum yang meyakini sesuatu yang keliru.

Dikatakan oleh Ibn al-Qayyim dalam kitabnya, "Tahzib Madarij al-Salikin", yang menjelaskan bahwa kejahilan adalah memandang baik kepada sesuatu yang mestinya buruk atau menganggap sempurna kepada sesuatu yang mestinya kurang.

Jika kejahilan ini dibiarkan terpelihara, maka ia akan menghasilkan kezaliman. Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa kezaliman itu berarti meletakkan sesuatu secara tidak proporsional. Seperti marah pada sesuatu yang seharusnya direlakan dan merelakan padahal semestinya harus marah; bersabar dalam kebodohan; bakhil dalam kondisi lapang; dan sebagainya.

Tapi dalam prakteknya, aplikasi kejahilan justru digalakan melalui artikel, buku, seminar-seminar dan dalam perkuliahan. Dalam wacana pluralisme yang berkembang saat ini mengabarkan kecendrungan bahwa semua agama sama, dan mengabarkan bahwa semua agama itu akan kembali kepada Allah, dan mengatakan manusia tidaklah boleh mengurusi perbedaan di antara bebagai agama, hanya Tuhanlah yang berhak.
Nada-nada yang cenderung berangkat pada pluralisme jahil adalah seperti yang terdapat pada wacana Islam Pluralis. Adalah jelas bahwa Islam membedakan antara mukmin dan kafir, tauhid dan syirik, petunjuk dan kesesatan, dan melarang pencampuradukan antara yang hak dan yang batil.

Dan tentunya pembedaan identitas ini tidaklah menghalangi umat Islam untuk menjalin muamalah dengan pemeluk agama lain, tetap bisa berbuat baik kepada pemeluk agama lain. Justru Islam melarang adanya pencacimakian terhadap agama lain, dan bahwa prinsip bertoleransi tertinggi telah ditawarkan oleh Islam pada penghujung surat al-kafirun yang berbunyi: “lakum dinukum waliya din”.

Dan karenanya Rasulullah mengajarkan kepada umat Islam untuk senantiasa memberikan contoh baik mengenai toleransi beragama sejak 14 abad yang lalu, dan senyatanya pada jaman kejayaan Islam telah terjalin rasa toleransi yang tinggi antar pemeluk agama, pertanyaanya adalah apakah sekarang di dunia masih ada toleransi agama seperti yang terjadi pada jaman Rasulullah?.

Sumber.

0 comments:

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template