Dalam masalah ibadah, Sunan Giri tidak kenal kompromi dengan adat
istiadat dan kepercayaan lama. Ibadah menurut beliau harus dilaksanakan
secara murni dan konsekuen. Tidak boleh dicampur aduk dengan kepercayaan
animisme. Pelaksanaan ibadah mesti sesuai dengan aturan yang tersebut
dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Sikap dan keyakinan Sunan Giri ini didukung oleh Sunan Ampel dan Sunan Drajad. Pengikut Sunan Giri kemudian disebut Islam atau Santri Putihan.
Sementara pihak lain yang agak lunak kepada adat istiadat atau kepercayaan lama disebut Islam Abangan atau Sunan Abangan. Pemimpin golongan Santri Abangan ini adalah Sunan Kalijaga yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati.
Kaum Abangan berpendapat, bahwa :
- Kita harus bersikap lunak kepada rakyat Jawa yang masih awam. Tidak tergesa-gesa merubah adat istiadat rakyat yang memang sukar dirubah atau dihilangkan.
- Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam namun mudah dirubah maka bisa dihilangkan.
- Mengikuti dari belakang namun diusahakan untuk dapat mempengaruhi sedikit demi sedikit, yaitu memasukkan unsur Islam pada adat istiadat rakyat, contoh dalam hal ini adalah memanfaatkan kesenian rakyat berupa gending, tembang dan wayang kulit sebagai media dakwah.
- Akhirnya kaum Abangan berpendapat bahwa rakyat yang masih awam dan berpegang teguh pada adat istiadat hendaknya diusahakan tertarik dan mendekat kepada para Wali. Caranya tidak lain adalah dengan mengambil hati mereka agar merasa simpati, senang dan akrab dengan ajaran para wali. Apabila mereka sudah mendekat dan mau berkumpul maka mudahlah bagi para Wali untuk memberikan pengertian kepada mereka. Bila mereka sudah mengerti ajaran Islam maka secara otomatis pasti mereka akan meninggalkan sendiri adat dan kepercayaan yang tidak sesuai dengan syariat dan aqidah Islam.
Itulah pokok-pokok pikiran yang menjadi perbedaan antara Santri Abangan danSantri Putihan. Santri Abangan ingin mengIslamkan orang Jawa secepat mungkin dengan jalan agak kompromi atau mengikuti arus namun tidak hanyut. Sedang Santri Putihan takut atau khawatir bila terjadi penyelewengan terhadap agama Islam. Meski demikian kedua aliran ini tetap menjaga ukhuwah Islamiyah. Mereka tetap menjaga persatuan umat. Misalnya dalam soal mendirikan Masjid Demak, kedua pihak tersebut tetap bersatu padu dan bergotong royong. Demikian pula pada saat membantu Raden Patah mendirikan Kerajaan Demak dan menyerang kerajaan Majapahit.
Sikap dan keyakinan Sunan Giri ini didukung oleh Sunan Ampel dan Sunan Drajad. Pengikut Sunan Giri kemudian disebut Islam atau Santri Putihan.
Sementara pihak lain yang agak lunak kepada adat istiadat atau kepercayaan lama disebut Islam Abangan atau Sunan Abangan. Pemimpin golongan Santri Abangan ini adalah Sunan Kalijaga yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati.
Kaum Abangan berpendapat, bahwa :
- Kita harus bersikap lunak kepada rakyat Jawa yang masih awam. Tidak tergesa-gesa merubah adat istiadat rakyat yang memang sukar dirubah atau dihilangkan.
- Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam namun mudah dirubah maka bisa dihilangkan.
- Mengikuti dari belakang namun diusahakan untuk dapat mempengaruhi sedikit demi sedikit, yaitu memasukkan unsur Islam pada adat istiadat rakyat, contoh dalam hal ini adalah memanfaatkan kesenian rakyat berupa gending, tembang dan wayang kulit sebagai media dakwah.
- Akhirnya kaum Abangan berpendapat bahwa rakyat yang masih awam dan berpegang teguh pada adat istiadat hendaknya diusahakan tertarik dan mendekat kepada para Wali. Caranya tidak lain adalah dengan mengambil hati mereka agar merasa simpati, senang dan akrab dengan ajaran para wali. Apabila mereka sudah mendekat dan mau berkumpul maka mudahlah bagi para Wali untuk memberikan pengertian kepada mereka. Bila mereka sudah mengerti ajaran Islam maka secara otomatis pasti mereka akan meninggalkan sendiri adat dan kepercayaan yang tidak sesuai dengan syariat dan aqidah Islam.
Itulah pokok-pokok pikiran yang menjadi perbedaan antara Santri Abangan danSantri Putihan. Santri Abangan ingin mengIslamkan orang Jawa secepat mungkin dengan jalan agak kompromi atau mengikuti arus namun tidak hanyut. Sedang Santri Putihan takut atau khawatir bila terjadi penyelewengan terhadap agama Islam. Meski demikian kedua aliran ini tetap menjaga ukhuwah Islamiyah. Mereka tetap menjaga persatuan umat. Misalnya dalam soal mendirikan Masjid Demak, kedua pihak tersebut tetap bersatu padu dan bergotong royong. Demikian pula pada saat membantu Raden Patah mendirikan Kerajaan Demak dan menyerang kerajaan Majapahit.
11 comments:
Thanks... sangat membantu tugas saya :))) (Y)
Cerdas...
Good
Terima kasih atas penjelasannya, sempat bertanya-tanya soal ini
Sangat bermanfaat untuk penuntut ilmu.kita jadi mengerti latar belakngnya....semoga Allah membalas jasa budi penulis.
Akhir nya sulit sampai sekarang....
Abangan lebih banyak dari pada putihan.....
Bahkan yang dikhawatirkan kaum putihan, banyak terjadi jaman sekarang..
LEBIH banyak yg abangan....beda dg di arab...dakwah tanpa komptomi muhammad bin abdul wahab membuat hukum bs di tegakkan...hukum cambuk pancung..dsb nya.
Klo caranya keras dan kasar seperti arab mungkin orang jawa enggan mau masuk islam . . Termasuk anda klo tidak ada walisongo mungkin agama mu hindu sekarang
Terima kasih atas segala ilmu yang sdh bermanfaat
Sempat cari info tentang Walisongo antara wali putihan dan abangan tapi hasilnya tidak memuaskan akhirnya cari di google saja otomatis sedikit banyak bisa tahu
Posting Komentar